Minggu, 23 Oktober 2022

3 CABANG FILSAFAT PANCASILA

 1. Metafisika 

Soejadi dan Koento Wibisono mengatakan bahwa menilik berbagai pemikiran yang berkembang dalam berbagai sidang BPUPKI, Pancasila dimaksudkan sebagai dasar falsafah (filosofische grondslag) dan sekaligus pandangan hidup (Lebensanschauung) dan pandangan dunia (Weltanschauung) bangsa Indonesia, maka Pancasila adalah sekaligus sistem filsafat yang dimaksudkan melandasi tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di dalam wadah Negara Indonesia merdeka. Lebih lanjut dikatakan pula bahwa dengan demikian Pancasila menjadi pokok pangkal dan sudut pandang yang melandasi pemikiran dan sikap serta tingkah laku bangsa Indonesia, terlebih lagi dijadikan landasan dalam mencari jawab atas berbagai masalah fundamental tentang hubungan manusia dengan Tuhan, dengan alam semesta, dan dengan dunia manusia termasuk hubungannya dengan dirinya sendiri



  2. Epistimologi

Secara etimologis, istilah dasar negara maknanya identik dengan istilah grundnorm (norma dasar), rechtsidee (cita hukum), staatsidee (cita negara), philosophische grondslag (dasar filsafat negara). Banyaknya istilah Dasar Negara dalam kosa kata bahasa asing menunjukkan bahwa dasar negara bersifat universal, dalam arti setiap negara memiliki dasar negara. Secara terminologis atau secara istilah, dasar negara dapat diartikan sebagai landasan dan sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara.

Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan dan pedoman dalam membentuk dan menyelenggarakan negara, termasuk menjadi sumber dan pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti perilaku para penyelenggara negara dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah negara, harus sesuai dengan perundang-undangan yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Apabila nilai-nilai Pancasila diamalkan secara konsisten, baik oleh penyelenggara negara maupun seluruh warga negara, maka akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik


    3.Aksiologi

Pancasila secara aksiologi memiliki 3 dimensinilai. Ketiga nilai tersebut adalah nilai dasar yaitu nilainilai dasar dari Pancasila yang tidak dapat dibantahkan lagi yang meliputi nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Kemudian dimensi nilai kedua adalah Nilai instrumental, yaitu nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara. Dimensi nilai ketiga adalah Nilai praksis, yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan, sekaligus sebagai batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat,berbangsa, dan bernegara. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Pengakuan, penerimaan dan pernghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai Manusia Indonesia.


Beberapa bukti kongkrit tentang Pancasila

1. Bukti Pancasila secara metafisika 

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945. Ternyata sebelum itu, ajaran pancasila sudah dikenal sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.

Dikutip dari buku 'Pancasila Diklat Ujian Dinas Tingkat I' keluarkan Kementerian Keuangan RI, unsur Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan sosial atau nilai-nilai Pancasila sudah ada sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Hal itu masuk dalam tata kehidupan pemerintahan dan masyarakat.

Hal ini juga dibuktikan dengan adanya dokumen-dokumen tertulis yang ada, seperti Telaga Batu, Kedukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tuo, dan Kota Kapur. Dalam kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca juga diuraikan susunan pemerintahan Majapahit, yakni musyawarah, hubungan antar negara tetangga dan sebagainya.

Sehingga, pada waktu itu unsur-unsur atau sila yang terdapat dalam Pancasila telah terwujud sebagai asal yang menjiwai dan dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Walaupun, hal itu belum dirumuskan secara konkrit.

Selain itu, dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular, tertulis juga adanya toleransi kehidupan beragama, khususnya agama Budha dan Hindu di zaman tersebut. Namun, saat kaum penjajah datang, yakni dari bangsa Barat dan Jepang kehidupan di Indonesia mengalami perubahan.

Adapun, penerapan nilai-nilai pancasila tersebut justru tercermin dalam perjuangan bangsa, yakni anti penjajahan. Hingga akhirnya, perumusan Pancasila digaungkan sebagai dasar negara Indonesia.

Akhirnya, Pancasila tertulis secara resmi dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, dan ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia. Sehingga, istilah Pancasila sebenarnya telah dikenal sejak zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.

2. Bukti Pancasila secara etistomologi

Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari bahasa Sanskerta: पञ्च "pañca" berarti lima dan शीला "śīla" berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lima ideologi utama penyusun Pancasila merupakan lima sila Pancasila. Ideologi utama tersebut tercantum pada alinea keempat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:

1.    Ketuhanan yang Maha Esa

2.    Kemanusiaan yang adil dan beradab

3.    Persatuan Indonesia

4.    Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta

5.    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sekalipun terjadi perubahan isi dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati bersama sebagai hari lahirnya Pancasila.

3. Bukti Pancasila secara aksiologi

Sikap positif terhadap Pancasila dapat diwujudkan dengan tidak melakukan pola hidup yang berlebihan, menjunjung perdamaian, menghindari kekerasan, bersikap terbuka, dan menghindari sikap kedaerahan yang berlebihan.
Maka dari itu, sikap positif terhadap nilai-nilai Pancasila adalah sikap yang baik dalam menanggapi dan mengamalkan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila. Sehingga, seseorang selalu berpedoman pada nilai-nilai Pancasila yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, dalam setiap perilaku sehari-hari.
Orang yang mempunyai sikap seperti ini berarti konsisten dalam ucapan dan perbuatan. Di samping itu, perilaku sehari-harinya selalu menjunjung tinggi etika pergaulan bangsa yang luhur serta menjaga hubungan baik antar sesama warga Indonesia maupun dengan bangsa lain, namun dengan tetap mempertahankan jati diri bangsa yang cinta perdamaian dan keadilan sosial





Daftar Pustaka

Perbandingan filsafat Pancasila dengan sitem filsafat lainnya didunia


    Unsur-unsur Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
          

    1. Pengertian Sistem

    Pengertian tentang sistem dapat mengacu pada benda - benda konkrit maupun benda-benda abstrak. Kita sering mendengar atau membaca istilah-istlIah misalnya sistem nilai budaya (cultural values system),sistem  politik, sistem pendidikan nasional, sistem saraf dan sistem jaringan otot.

    “ Menurut Fowler (1964) yang dimaksud dengan' sistem adalah: Compler whole, set of connected things or parts, organized body ofmaterial or immaterial “things” 

    “Menurut Webster's New American Dictionary, yang dimaksud dengan sistem adalah:  combination of parts into whole, as the bodily system, the digestive system, a railroad system, the solar system”.

    “Menurut Hornby (1973) mengartikan sistem sebagai: (1) Group of things or Pans working together in a regular relation: the nervous system, the digestive system, the rail way system, (2) Ordered set of ideas, . theories, principles etc. a system philosophy, system of government".

    “Kemudian dalam The Concise Oxford Dictionary of Current English  yang dimaksud sistem filsafat adalah Set of coordinated atau kumpulan dari ajaran-ajaran yang terkoordinasilian".

    Berdasarkan pada uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal yang bersangkutan

    dengan suatu sistem adalah sebagai berikut : 

    1. Dalam suatu sistem termuat adanya sejumlah unsur atau bagian. Dalam suatu sistem abstrak unsur ini berwujud pandangan dan ajaran tentang sesuatu hal.

    2. Unsur-unsur yang termuat dalam sistem saling berhubungan  sehingga merupakan kesatuan yang menyeleruh.

    3. Hubungan diantara unsur-unsur tersebut bersifat tetap.

    4. Dalam suatu sistem termuat adanya maksud atau tujuanyangingin dicapai.

    1. Sistem Filsafat

    Sistem filsafat adalah kumpulan ajaran yang terkordinasikan. Suatu sistem filsafat haruslah memiliki ciri – ciri tertentu yang ber-beda dengan sistem ain misalnya sistem ilmiah.

    Suatu sistem filsafat  komprehensive, dalam arti tidak ada sesuatu hal yang di luar jangkauannya. Kalau tidak demikian- mata hanya memandang realitas dari satu samping atau tidak memadai. Suatu sistem filsafat dikatakan memadai kalau mencakup suatu penjelasan terhadap semua gejala (Kattsoff: 1964).

    Realitas yang dihadapi manusia sangat luas, mencakup segala sesuatu baik hal-hal yang dapat ditangkap dengan indera –maupun yang dapat ditangkap dengan akal. Sebagai mahluk yang berakal, manusia dapat melampaui pengalamannya sehingga dapat menangkap kenyataan yang di luar pengalaman.

    Realitas yang bersifat spiritual (kerokhanian), misalnya hakikat atau essensi sesuatu hal tidak dapat ditangkap dengan indra akan tetapi hanya dapat dimengerti atau difahami dengan perantaraan akal. Karena sedemikian luas jangkauan filsafat, malta sesuatu sistem fllsafat dengan- sendirinya mencakup pemikiran teoritis tentang realitas - baik itu tentang Tuhan, alam, maupun manusia itu sendiri.

    Dalam suatu sistem filsafat ada hubungan antara pemikiran teoritis tentang Tuhan, alam dan manusia. Yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa suatu sistem filsafat mengandung maksud atau tujuan tertentu sebagaimana yang diharapkan oleh mereka yang mempercayainya bahwa sistem filsafat yang dianutnya itu sudah merupakan kebenaran yang mutlak.




    1. Sistematik Filsafat

    Cara mempelajari filsafat dibedakan menjadi dua yaitu secara historis dan secara sistematik. Pertama mempelajari sejarah perkembangan pemikiran filsafat sejak awal pemunculannya sampai sekarang. Yang kedua mempelajari isi, yaitu mempelajari pembagian bidang persoalannnya.

    Masalah-masalah filsafat di samping dapat dideskripsikan ciri-cirinya, juga dapat dibagi menurut jenis-jenisnya, Jenis-jenis masalah filsafat ini bersesuaian dengan cabang-cabang filsafat. 

    Ada tiga jenis masalah kefilsafatan yang utama yaitu: keberadaan, pengetahuan dan nilai-nilai sebagai berikut :

    • Masalah-masalah keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Masalah ini bersangkutan dengan cabang filsafat metafisika. Masalah metafisis .dibedakan menjadi tiga yaitu masalah ontologis, masalah kosmologis dan masalah antrapologis.

    • Masalah-masalah pengetahuan (knowledge) maupun kebenaran (truth). Pengetahuanlkebenaran ditinjau dari segi isinya bersangkutan dengan cabang filsafat epistemologi. Pengetahuan kebenaran ditinjau dari segi bentuknya bersangkutan dengan cabang filsafat logika.

    • Masalah-masalah nilai-nilai (values). Nilai-nilai dapat dibedakan menjadi dua, nilai-nilai kebaikan dan nilai-nilai keindahan. Nilai-nilai kebaikan tingkah laku bertalian dengan cabang filsafat etika. Nilai-nilai keindahan bertalian dengan cabang filsafat estetika.

    Cara pembagian yang lebih sederhana, tiga masalah· kefilsafatan tersebut juga dapat dikaitkan secara berurutan dengan tiga cabang filsafat yaitu: metaflsika, epistemologil, dan aksiologi. 

    • Dalam metafisika, pertanyaan pokoknya adalah "Apakah ada itu ?"

    • Dalam epistemologi, pertanyaan pokoknya adalah "Apakah yang

    dapat saya ketahui ?"

    • Dalam aksiologi pertanyaan pokoknya adalah "Bagaimanakah seharusnya saya berbuat?"

    Dalam kaitannya dengan tilsafat Pancasila (tinjauan terhadap Pancasila secara kefilsafatan) tiga persoalan metafisis, epistemologis dan aksiologis tersebut harus dapat dijawab. Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai sistem kefilsafatan, tiga masalah tersebut barns dapat dijawab baik secara teoritis maupun secara normatif.

    1. Pancasila Sebagai Sistem Kefilsafatan

    Manusia merupakan mahluk yang selalu bertanya la menanyakan segala sesuatu yang dijumpainya, yang belum dimengerti. Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat diperoleh dengan berfikir sendiri (refleksi) atau ditanyakan kepada orang lain. Pertanyaan kefilsafatan bertalian dengan pertanyaan yang mendalam yang mengacu pada hakikat sesuatu yang dipertanyakan baik tentang Tuhan, alam manpun diri manusia sendiri.

    Jawaban atas pertanyaan kefilsafatan menghasilkan suatu sistem pemikiran kefilsafatan. Pemikiran kefilsafatan kemudian dijelmakan menjadi pandangan kefilsafatan. Dengan demikian pandangan kefilsafatan seseorang, berarti juga merupakan pandangan seseorang terhadap Tuhan, alam dan manusia. Dari.pandangan kefilsafatan seseorang dapat diketahui bagaimana ia berfikir, bersikap dan berbuat.


    Gambar 1. Pancasila sebagai sistem filsafat


    Dalam Uraian terdahulu dikatakan· bahwa sistem kefilsafatan adalah kumpulan dari ajaran-ajaran tentang kenyataan, yang saling berhubungan, sehingga merupakan kesatuan, komprehensi yang kesemuanya itu dimaksudkan untulk mencapai tujuan tertentu. Dimensi subjektif dibentuknya sistem filsafat adalah kesadaran dari pelaku atau pembentuk sistem tersebut untuk menerapkan sistem itu bagi tujuan tertentu atau ideal yang diharapkan.

    Pancasila terdiri dari lima sila, yang masing-masing sila merupakan ajaran yaitu: 

    1. Ketuhanan Yang Maha Esa.

    2. Kemausiaan Yang Adil dan Beradab

    3. Persatuan Indonesia

    4. Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

    5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

    Setiap sila dari Pancasila tidak dapat dipisahkan dari kesatuan kseluruhannya. Pada dasarnya yang menjadi subjek atau pendukung dari ini isi sila-sila Pancasila adalah manusia Indonesia sebagai manusia.

    Manusia yang terdiri dari sejumnlah unsur mutlak yang semua unsur tersebut menduduki dan menjalankan fungsinya secara mutlak, artinya tidak dapat digantikan fungsinya oleh unsur yang lain.

    Adapun inti isi masing-masing sila Pancasila adalah penjelmaan atau realisasi yang sesuai dengan unsur-unsur hakikat manusia sehingga setiap sila harus menempati kedudukan dan menjalankan fungsinya secara mutlak dalam susunan kesatuan Pancasila.

    Prof. Notonagoro menyatakan bahwa sila-sila Pancasila merupakan kesatuan yang bersifat organis, yaitu terdiri atas bagian-bagian yang tidak terpisahkan. Di dalam kesatuan ini, tiap-tiap bagian menempati kedudukan sendiri dan berfungsi sendiri. Meskipun tiap-tiap sila itu berbedabecla namun tidak· saling bertentangan malahan saling melengkapi.· Konsekuensi dari konsepsi ini adalah bahwa tidak ·dapat salah satu sila itu dihilangkan. Muhammad Yamin juga menegaskan sifat kesatuan dari sila-sila Pancasila”



    Jadi, tidaklah benar bahwa ajaran lima sila itu hanya satu kumpulan barang yang baik-baik belaka,dan bercerai berai seperti pasir ditepi pantai. Tidaklah begitu saudara- saudara., semuanya kelima sila itu adalah tersusun dalam. suatu perumusan pikiran filosofi yang harmonis" (Yamin, 1958).


    Sejalan dengan itu Prof. Notonagoro menyatakan: 

    Sedangkan sebenarnya sila-sila itu bersama-aama merupakan bagian-bagian dari suatu keutuhan, merupakan bagian - bagian dalam hubungan kesatuan


    Berdasar pada uraian tersebut di atas, Pancasila sudah memenuhi syarat untuk dapat disebut sebagai sistem kefilsafatan. Sebagai suatu sistem kefilsafatan, Pancasila merupakan basil pemikiran manusia Indonesia secara mendalam sistematik dan menyeluruh tentang kenyataan. Setiap sistem kefilsafatan pada hakikatnya mencerminkan pandangan sesuatu kelompok atau sesuatu bangsa.

    Terbentuknya sistem kefilsafatan ini juga dipengaruhi oleh lingkungan fisik, sosial dan spiritual tempat bangsa ini hidup. Pancasila merupakan pencerminan pandangan Bangsa Indonesia dalam menghadapi realitas. Secara tegas dalam Pancasila tercermin pandangan Bangsa Indonesia mengenai "Tuhan", "manusia", "satu", "rakyat" dan "adil".


    Perbandingan filsafat Pancasila dengan dengan sistem filsafat lainnya didunia.

        
    Dilihat dari perbedaannya, filsafat yang ada di Indonesia ternyata memiliki banyak perbedaan dengan filsafat yang ada pada Negara Negara lain di dunia, seperti berikut ini :

    1. Komunisme

    Sebenarnya komunisme bukan lah arti tuhan sebab komunisme adalah menitik beratkan pada politiknya bukan agamnya. Komunisme menitik beratkan pada hak Negara atau hak bersama dengan kata lain bahwa hak individu di hilangkan sebagaimana yang di jelaskan pada filsafat pancasila.

    1. Liberalisme

    Secara umum liberalisme mencita citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu paham liberalism menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. 




    Gambar 2. Liberism

    1. Materialisme 

    Meterialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua penomena adalah hasil interaksi material.





    Gambar 3. Dampak materialisme

    1. Sosialisme 

    Sistem social dan ekonomi yang ditandai dengan kepemilikan social dari alat alat produksi dan menejemen koprasi ekonomi serta teori politik dan gerakan yang mengarah pada pembentukan sistem tersebut. “kepemilikan social” bisa merujuk ke koprasi, kepemilikan umum, kepemilikan Negara, kepemilikan waarga ekuitas, atau kombinasi dari semuanya.



    Gambar 4. Sosialisme

    1. Kapitalisme

    Filsafat yang berpedoman pada nilai materi dan hamper sama seperti materialisme yang tidak peduli akan agama bahkan menolaknya. Kapitalisme menekan persaingan antar individu dengan menghalalkan segala cara (kecuali melanggar peraturan Negara) agar dapat memperkaya diri masing-masing tanpa memikirkan individu yang lain.



    Gambar 5. Kapitalism

    1. Idealisme

    Idealisme lebih mementingkan akal dari pada material, idealism adalah tentang realitas dan pengetahuan yang menjelaskan tentang kesadaran, atau pemikiran yang bukan bersifat kebendaan dan mempunyai fungsi utama dalam aturan dunia.



    Gambar 6. Idealisme

    1. Utilitarianisme

    Utilitarianisme berasal dari kata Latin, utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat tersebut harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi, utilitarianisme berdasar pada hasil atau konsekuensi dari suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan (a consequently approach)



    Gambar 7. Utilitarianisme




    1. Religi

    Religi berasal dari kata religie (bahasa Belanda) atau religion (bahasa Inggris), masuk dalam perbendaharaan bahasa Indonesia dibawa oleh orang-orang Barat yang menjajah bangsa Indonesia. Sedangkan isme dapat diartikan sebagai paham. Religiusisme mempunyai pengertian sebagai paham atau keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang suci, menentukan jalan hidup dan mempengaruhi kehidupan manusia yang dihadapi secara hati-hati dan diikuti jalan dan aturan serta norma-normanya dengan ketat agar tidak sampai menyimpang atau lepas dari kehendak jalan yang telah ditetapkan oleh kekuatan gaib suci tersebut.



    Gambar 8. Religi pancasila




    DAFTAR PUSTAKA
    1. Drijarkara, N. 1959, Pantjaaila and Religion, Ministry of Information Republic of Indonesia, Jakarta.

    2. Fowler, W.H. 1964, The Concise Oxford Dictionary of Current English, Oxford University Press, Oxford.

    3. Homby, A.S. 1973, The Advanced Learnber'a Dictionary of Current English, Oxford University Press, Ely House, London.

    4. Mulder, D.C., 1966, Pembimbing Ke dalam Ilmu Filsafat, Badan Penerbit Kristen, Jakarta.

    5. Notonagoro, 1971, Pancasila secara Ilmiah Populer, Pancuran Tujuh, Jakarta.

    6. Sprague, Elmer and Paul W. Taylor, 1959, Knowledge and Values, Horcourt Barce World Inc., NewYork.

    7. Yamin, Muhammad, 1958, Sistema Filsafat Pantjasila, Kementerian Penerangan

    R.I., Jakarta.

    1. Syadali, ahmad. Udzakir. Filsafat umum, bandung; PT pustaka setia, 1997.

    2. Poespowardoyo, soeryanto. 1989. Filsafat pancasila. Gramedia: Jakarta.